Wednesday, June 19, 2013

Sejarah Alat Musik Sasando

Sasando sendiri sudah kita ketahui, adalah sejenis alat musik petik dengan ruang resonator dari haik (anyaman dari daun lontar) yang sudah terkenal di kalangan masyarakat NTT.
Memang alat musik ini boleh dikatakan unik, karena merupakan salah satu instrument musik petik dengan keunikan ada pada bentuk, cara memainkannya dan juga bahan pembuatannya.
Alat musik ini cukup terkenal belakangan ini di tengah-tengah masyarakat, apalagi setelah Berto Pah menampilkannya di IMB ( Indonesia Mencari Bakat),namun pertanyaannya, apakah semua masyarakat NTT mengenal sasando, ataukah semua masyarakat bisa memainkannya. Ataukah jangan sampai suatu saat alat musik ini punah dan masyarakat NTT harus ‘berguru’ lagi ke daerah lain untuk memainkan sasando yang sebenarnya?.
Sejarah atau asal-usul sasando ini, kita semua hanya peroleh dari cerita-cerita secara turun-temurun yang sudah diwariskan secara lisan maupun tulisan, namun yang pasti alat musik ini terdiri dari dua jenis, yaitu sasando gong dan sasando biola.

Perkembangan alat musik ini berjalan terus seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pula modifikasi bentuk serta kualitas bunyi dengan pergantian dawai. fifik diganti dengan tulangan daun lontar, kulit bambu berganti senar kawat, senar tunggal diganti dawai rangkap, akustik berkembang pula ke elektronik, sasando gong berkembang ke sasando biola.
Menjadi kebanggan tentu bagi orang Rote dan juga NTT umumnya akan bentuk dan keindahan, bunyi dari sasando yang telah mengalami modifikasi, namun dipihak lain pemain sasando semakin hari semakin berkurang. Tentu menjadi sebuah pertanyaan yang muncul, mengapa pelestarian sasando menjadi menurun atau mengalami hambatan? bahkan sekarang ini pemain sasando biola pun tinggal sedkit saja. Bahkan secara umum jumlah pemain sasando tidak lebih dari 20 orang.
Menyadari akan hal itu, masyarakat NTT umumnya perlu memasyarakatkan dan melestarikan alat musik ini sehingga kekayaan seni budaya dapat dikembangkan serta dipertahankan. keterlibatan semua elemen masyarakat sangat diperlukan dalam melestarikan dan mengembangkan alat musik ini.(yel)



Sasando atau Sasandu?
Salah satu faktor yang mempengaruhi lahirnya kebudayaan suatu daerah adalah struktur dan kondisi alam dari daerah itu. Hal ini juga tampak yang terjadi pada kebudayaan orang Rote tempat asal alat musik sasando. Keberadaan tanaman lontar di Pulau Rote cukup memberi arti bagi NTT karena dari pohon itu, ide membuat sasando muncul, karena itu pohon lontar sendiri sebagai peletak dasar kebudayaan masyarakat.
Masyarakat Rote sendiri tidak memanfaatkan tanaman ini sebagai sumber kehidupan, yaitu sebagai penghasil tuak, sopi (minuman tradisional), gula lempeng,gula air, gula semut, tikar, haik, sandal, topi atap rumah maupun bahan bangunan, tetapi lebih dari itu, masyarakat sudah menganggap tanaman ini memiliki nilai lebih karena sudah menginspirasi lahirnya alat musik sasando. Sampai sekarang daun pohon lontar ini masih tetap dipertahankan sebagai resonator alat musik ini.

Yusak Meok, salah satu pemateri pada seminar Musik Sasando di Hotel Kristal, Kamis (17/12/2009) lalu, mengatakan, Sasando yang seharusnya bernama sasandu (bunyi yang dihasilkan dari getar), lahir dari inspirasi penemunya dari hasil interaksi dengan alam.
Menurut Meok, ada berbagai fersi mengenai sejarah tentang alat musik ini, diantaranya, alat musik ini konon ada seorang pemuda bernama Sangguana pada tahun 1650-an terdampar di Pulau Ndana, Sangguana memiliki bakat seni, sehingga penduduk membawanya ke istana, kemudian putri istana terpikat dan meminta Sangguana menciptakan alat musik. Sangguana pun bermimpi pada suatu malam sedang memainkan alat musik yang ciptakannya, kemudian diberi nama sandu (bergetar).
“Ada jua cerita lain, alat musik ini ditemukan oleh dua penggembala yang bernama Lumbilang dan Balialang, ada juga cerita lain, sasandu ini ditemukan oleh dua sahabat yakni Lunggi Lain dan Balok Ama Sina,” papar Meok.
Karena alat musik yang telah dipasang dalam haik itu beresonasi, maka disebut sandu atau sanu yang mempunyai arti bergetar atau getaran. Alat ini kemudian disebut sebagai sasandu yang berasal dari kata berulang sandu-sandu atau bergetar berulang-ulang.
Dengan perkembangan yang terjadi, maka sasandu ini lebih dilafalkan menjadi sasando, sehingga terbawa sampai saat ini, namun ucapan ini tidak merubah bentuk dan suara dari alat musik ini.
Sementara itu Petrus Riki Tukan, pemateri lainnya mengatakan, alat musik sasando merupakan sebuah fenomena budaya pada umumnya dan kesenian (musik) khususnya yang cukup menggoda naluri seniman.

(Sumber: Pos Kupang)

No comments:

Post a Comment